Thursday, May 31, 2007

HUBUNGAN KOTER DI DAERAH

MEKANISME HUBUNGAN KOTER
DENGAN INFRA DAN SUPRA STRUKTUR
DI DAERAH




PENDAHULUAN


1. Umum. Dunia saat ini telah memasuki suatu kurun waktu yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdefendensi) antar bangsa yang semakin mendalam serta globalisasi dan saling keterkaitan antar masalah yang semakin erat. Berkat kemajuan-kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan transportasi, dunia terasa semakin menciut dan batas-batas negara semakin kabur. Peradaban umat manusia dewasa ini tengah memulai suatu masa peralihan, suatu zaman pancaroba yang berkepanjangan dan serba tidak menentu. Sendi-sendi tatanan politik dan ekonomi internasional, yang terbentuk seusai Perang Dunia II, mulai berguguran, sedangkan suatu tatanan dunia baru masih sedang mencari bentuknya dan masih jauh dari mapan. Bangsa-bangsa, negara-negara dan lembaga internasional pun tanpa kecuali harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan sedang terus berubah sedemikian drastisnya.

Kecenderungan perkembangan dunia di masa yang akan datang akan diwarnai dengan terjadinya persaingan dalam bidang ekonomi yang sangat ketat, pasar bebas dan sistim proteksionisme serta perebutan sumber daya alam yang akan menjadikan dunia ini sebagai lahan eksploitasi besar-besaran. Di samping itu dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi gerakan untuk menentukan nasib sendiri yang menyimpang dari deklarasi Wina. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari berbagai etnis, golongan, suku dan budaya yang berbeda sangat rentan terhadap ancaman disintegrasi. Dilain pihak karena adanya kepentingan tertentu dari negara besar dan berpeluang untuk terjadinya konflik secara terbuka, maka upaya untuk mempertahankan keutuhan kedaolatan NKRI, baik karena ancaman dari luar maupun dalam negeri harus dicegah dengan meningkatkan kemampuan dan ketahanan nasional Indonesia.
/ TNI. . . . . . . .
TNI sebagai salah satu unsur pembina teritorial dengan Korem 102/PP sebagai Sub-kompartemen Strategis di wilayah Kalimantan Tengah dalam pelaksanaan kegiatannya akan berhadapan dengan potensi geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat dalam mewujudkan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang. Dalam pelaksanaan kegiataan pembinaan teritorial dihadapkan pada tuntutan dimasa depan dengan berlakuknya sistim otonomi daerah, maka perlu melalui tulisan ini mencoba menampilkan formulasi baru dalam mekanisme hubungan Koter dengan infra dan supra struktur di daerah, dalam rangka meciptakan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh dan mampu menjawab tantangan masa depan.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Memberikan gambaran tentang mekanisme hubungan Koter dengan infra dan supra struktur di daerah dihadapkan pada pelaksanaan otonomi daerah.

b. Tujuan. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijaksanaan dalam membina hubungan antara Koter dengan infra dan supra struktur dimasa mendatang.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Lingkup penulisan ini meliputi pokok-pokok Binter dilingkungan Korem 102/PP dihadapkan dengan perkembangan situasi saat ini dan prediksi masa depan, dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Landasan dan Latar Belakang Pemikiran.
c. Kondisi Hubungan Koter dengan Infra dan Supra Struktur Saat Ini.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
e. Analisis
f. Kesimpulan dan Saran.
g. Penutup.

4. Metoda dan Pendekatan. Tulisan ini menggunakan metode diskriptif analisis dengan pendekatan pengamatan langsung dilapangan.
/5. Pengertian. . . . . . . .
5. Pengertian.

a. Hubungan Formal. Merupakan hubungan antarsuatu instansi, organisasi atau badaan lainnya dalam konteks kelembagaan yang berlangsung secara kedinasan dengan melalui suatu mekanisme yang telah melalui kesepakatan.

b. Hubungan Informal. Merupakan hubungan antara instansi dengan instansi lain atau kelompok, perorangan dalam konteks non kelembagaan dan diluar kedinasan maupun dalam kedinasan tanpa terikat pada mekanisme tertentu.

c. Pengalihan Kodal Koter dari TNI ke Depatemen Pertahanan. Selama ini Koter merupakan unsur pelaksana operasional pembinaan teritorial yang kendali operasionalnya berada dibawah Penglima TNI. Pengalihan kodal koter dimaksud adalah operasional kegiatan berada dibawah Dephan sebagai pelaksanan fungsi pemerintahan dalam menentukan kebijaksanaan bidang pertahanan di daerah.


LANDASAN DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

6. Umum. Hubungan antara Koter dengan infra dan supra struktur di daerah dalam beberapa tahun terakhir ini sangat baik dan kondusif. Dalam era reformasi saat ini hubungan tersebut terasa semakin hambar, akibat benturan yang terjadi dengan adanya kepentingan pihak tertentu memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan kelompok dan golongannya. Kondisi ini tidak terlepas dari situasi sebelum reformasi yang telah memberikan ruang yang besar kepada TNI dalam memerankan peran sosial politik yang terlalu jauh, sehingga peran teritorial yang diembannya ikut tercemar dan lebih tragis lagi dituntut oleh kelompok masyarakat tertentu untuk dihapus. Mencermati kondisi tersebut maka secara rinci akan dijelaskan apa yang menjadi landasan dan latar belakang pemikiran pelaksanaan Koter di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini, seperti dibahas dalam tulisan berikut ini.


/7. Landasan. . . . . . .
7. Landasan Hukum. Secara hukum ( de yure ) keberadaan Koter tidak memiliki landasan yang kuat. Keberadaannya hanya berlandaskan pada kelembagaan TNI sebagai pemegang peran teritorial, sebagai konskwensi logis dari sistim pertahanan yang dianut TNI. Hal ini memberikan fakta bahwa keberadaan Koter nyata dan dibutuhkan adanya ( de facto ). Tetapi apabila dikaji secara substansial dihadapkan pada tuntutan sistem pertahanan yang dianut, maka keberadaan Koter merupakan hal yang logis dengan pertimbangan geografi, demografi dan kondisi sosial yang ada. Dengan pertimbangan tersebut maka UUD 1945 pasal 30, UU no 20/Tahun 1982 serta perundang-undangan lainnya secara hukum dapat dijadikan acuan keberadaan Koter, namun demikian perlu adanya landasan hukum mengikat yang lebih kuat dalam operasionalnya.

8. Landasan Operasional. Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta merupakan landasan operasional Koter dalam menyiapkan seluruh potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang. Koter sebagai pembina teritorial akan berhadapan pada unsur geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat sebagai akibat dari permasalahan yang timbul pada kedua unsur sebelumnya. Penyiapan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang sebagai persyarataan wilayah pertahanan yang sengaja dipersiapkan sehingga memiliki ketahanan menghadapi bentuk ancaman yang ada, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dengan adanya landasan operasional tersebut telah menempatkan Koter pada posisi yang dibutuhkan pada sistim pertahanan negara sebagai instrumen yang menyiapkan unsur pertahanan yang dikehendaki sesuai doktrin yang dianut.

9. Tuntutan sebagaian kelompok Masyarakat agar Koter dibubarkan. Melalui para pakar dan bahkan pejabat birokrasi yang pada dasarnya bersumber dari pemikir inteltual sipil, telah menyuarakan adanya tuntutan pembubaran terhadap Koter, karena disinyalir akan mampu mempengaruhi netralitas TNI dalam politik jangka panjang. Demikian gencarnya tuntutan tersebut, bahkan telah dirancang dalam suatu sistim periode jangka pendek, menengah dan panjang yang sangat sistemiatis mulai dengan rencana pembubaran Koter di Aceh dalam jangka pendek, Bainsa, Koramil dalam jangka menengah dan Kodim, Korem dan Kodam dalam jangka panjang.

/Tuntutan. . . . . . . .
Tuntutan ini, seperti halnya tuntutan serupa untuk peran sospol tidak bisa dianggap sepele, karena mengacu pada norma universal terutama di negara-negara maju. Nampaknya tuntutan tersebut akan semakin keras seiring dengan proses demokratisasi yang memang sedang derasnya bergulir di Indonesia.

10. Otonomi Daerah. Pelaksanaan Undang-Undang No.22/Tahun 1999 tentang Otonom Daerah segera akan dilaksanakan, sehingga menempatkan Pemda sebagai penguasa tunggal dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola semua potensi wilayah untuk kepentingan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Walaupun ada pembatasan kewenangan pada bidang hubungan luar negeri, moneter, peradilan dan pertahanan yang menandaskan pula bahwa dalam pelaksanaan pembangunan maka pendekatan kesejahteraan dan keamanan merupakan kewenangan penuh berada pada Pemda. Sebagian kewenangaan yang ada tersebut sudah biasa dilakukan oleh TNI dan Polri, mengingat ada pengalihan maka perlu adanya ketentuan baru yang mengatur sehingga ada ketegasan dalam pelksanaan fungsi pemerintahan di daerah.


KONDISI HUBUNGAN KOTER DENGAN INFRA DAN
SUPRA STRUKTUR DI DAERAH SAAT INI

11. Umum. Keberadaan Koter saat ini, berpedoman pada peraturan perundang-undangan, ketentuan hukum, budaya dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat serta ketentuan lain yang ada di lingkungan Pemerintahan dan TNI. Secara teori masalah teritorial yang meliputi unsur Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial setempat, namun demikian dalam pelaksanaannya masalah personil dan piranti lunak sebagai perangkat pelaksana dan pengendali sangat menentukan pelaksanaan Binter di lapangan. Untuk lebih memahami tentang kondisi obyektif hubungan koter di daerah (wilayah Korem 102/PP) dihadapkan pada unsur-unsur tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.

12. Hubungan Formal. Hubungan formal antara Korem dengan Pemda selama ini merupakan wujud dari upaya untuk mewadahi tuntutan stabilitas dan kesejahteraan dalam masyarakat.
/Dalam. . . . . . . .
Dalam upaya untuk mewujudkan stabilitas nasional, Korem telah memerankan posisi sebagai aparat keamanan bersama unsur Polri yang hingga saat ini masih berada pada struktur Dephan. Sedangkan untuk mewujudkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, Koter selama ini telah di diberi peran selaku Pelaksana Tugas dan Fungsi (PTF) Dephankam di daerah. Dalam memerankan kedua peran tersebut secara nyata dilaksanakan dalam bentuk kelembagaan dan kegiatan sebagai berikut :

a. Wadah Kemuspidaan. Wadah Kemuspidaan ini bersama instansi lainnya di daerah sudah menunjukan kebehasilannya dalam mewujudkan stabilitas dan kesejahteraan dalam masyarakat selama pemerintahan Orde Baru. Keberadaan wadah kemuspidaan ini, hingga saat ini masih tetap ada dan masih dibutuhkan dalam rangka menangani berbagai permasalahan yang terjadi di daerah. Dari kegiatan yang ada nampaknya hubungan antar unsur Muspida di wilayah kerja Korem 102/PP sangat baik dan untuk periode tahun 1999 Kodim 1015/ Sampit telah keluar sebagai juara pertama lomba pembinaan teritorial TNI AD. Dalam masa transisi di era reformasi ini, dimana akan segera diberlakukan otonomi daerah secara menyeluruh, maka sampai saat ini belum ada yang membicarakan keberadaan wadah kemuspidaan tersebut mengantisipasi perubahan yang terjadi setelah dilaksanakannya otonomi daerah secara penuh. Di lain pihak keberadaan dan mekanisme kerja kemuspidaan sendiri secara nyata hanya bersifat simbolis dan terbatas pada kegiatan protokoler saja. Bahkan nampak keberadaan wadah kemuspidaan ini cenderung dijadikan ajang saling melempar kesalahan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, tanpa pernah mau meluruskan mekanisme kerja yang sesuai dengan tuntutan tugas.

b. TNI Manunggal. Keberhasilan TNI Manunggal selama ini telah mampu mengangkat citra TNI sebagai aparat yang sangat peduli dengan keadaan masyararakat yang sangat membutuhkan bantuan, khususnya masyarakat miskin. Berbagai kegiatan manunggal yang dilakukan TNI seperti manunggal Masuk Desa, Pertanian, KB Kesehatan, Buta Aksara, Reboisasi dan lain-lain telah secara nyata dapat membatu masyarakat dalam menghadapi permasalahan kemiskinan di daerahnya.
/Dalam. . . . . . . . .
Dalam wilayah Korem 102/PP sendiri pelaksanaan TNI manunggal telah dilaksanakan bahkan untuk periode tahun 1998 Kodim 1015/Sampit terpilih sebagai juara nasional dalam pelaksanaan KB Kesehatan. Namun di sisi lain masyarakat cenderung terlalu berharap banyak dari kegiatan TNI manunggal ini, sehingga terkesan masyarakat menjadi manja dan malas dan berharap kedatangan TNI dalam kegiatan manunggal untuk membantu memperbaiki sarana dan prasarana di daerahnya. Menyongsong diberlakukannya otonomi daerah, dimana pemerintah daerah memiliki kemampuan yang besar dalam pendanaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, apakah kegiatan TNI Manunggal masih relevan ?

c. Posko Kewaspadaan dan Gerakan Disiplin Nasional. Keberadaan kedua posko ini pada masanya sangat karismatik, selain karena legal juga memiliki legitimasi dimana pada masa itu masyarakat dan situasi yang menginginkan adanya wadah semacam itu. Dilihat dari latar belakang dan urgensitas pembentukannya wadah posko semacam itu mampu menjawab tantangan saat itu. Kenyataan dilapangan setelah berlangsung beberapa waktu, kedua posko tersebut mengalami nasib yang sama yaitu sama-sama ditinggal oleh masyarakat karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan TNI akibat proses reformasi. Kini kedua posko tersebut hidupnya sangat merana dan menunggu uluran tangan dari pejabat yang mau memanfaatkannya dan perubahan situasi yang memaksa kedua wadah tersebut berfungsi.


13. Hubungan Informal. Secara informal hubungan antara Koter dengan infra dan supra struktur di daerah bersifat non-kelembagaan dalam rangka menjaga hubungan baik dan kerja sama antar instansi di daerah. Hubungan informal sangat membantu dalam menciptakan situasi kerja yang kondusif di daerah, terutama apabila masing-masing instansi memiliki kepentingan yang sama dan cara-cara yang sama dalam pelaksanaannya. Selama ini kegiatan yang dilaksanakan di daerah mengacu pada peran Koter sebagai pembina terotorial, sehingga konteks pembinaan berupa sasaran pembinaan masih pada batasan yang diharapkan. Dalam konteks hubungan informal tersebut beberapa kegiatan nyata telah dilakukan baik di tingkat Korem maupun Kodim adalah sebagai berikut :
/a. Pembinaan. . . . . . . . .
a. Pembina Ormas. Selama ini Korem 102/PP dan Kodim jajarannya telah berperan dalam membina ormas yang ada di wilayahnya dan memantau secara seksama ormas lain yang tidak berada dalam binaannya. Kegiatan pembinaan tersebut telah secara nyata mampu menciptakan suasana kebersamaan, kondusif dan aman di wilayah Kalteng selama pelaksanaan Pemilu dan Sidang Umum MRP tahun 1999. Secara informal hubungan Koter dengan ormas tersebut sangat baik, walau tidak memiliki komando dan jalur langsung dalam pembinaan. Adapun ormas yang menjadi binaan Korem dan Kodim jajarannya meliputi PPM, FKPPI, Mapala Silva Unpar, Menwa Unpar, Remaja Mesjid dan lain-lain. Selaku pembina ormas maka Korem dan Kodim jajarannya melaksanakan kegiatan pembinaan berupa secara berkala mengundang unsur pimpinannya untuk hadir dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Korem dan Kodim-Kodim. Di samping itu Korem dan Kodim jajarannya memanfaatkan kegiatan yang dilaksanakan oleh ormas tersebut untuk pertemuan dengan unsur pimpinan Korem dan Kodim.

b. Pembina KBA. Kegiatan dalam pembinaan KBA dilakukan secara rutin selain didasari oleh adanya ikatan emosional yang tinggi antara KBA dengan Korem dan Kodim jajarannya. Kegiatan yang dilaksanakan berupa kegiataan protokoler dan kegiatan kekeluargaan lainnya seperti mengundang hadir pada saat Hari TNI, HUT Kodam, HUT Korem dan Kodim. Di samping itu secara berkala diadakan pertemuan dengan Danrem atau Dandim di daerahnya dengan memanfaatkan hari-harai tertentu seperti Coffee Morning setiap bulan dua kali, kegiatan lain yang bersifat kekeluargaan. Dilihat dari kehadiran yang di undang dan ada masukan dalam dialog yang cukup banyak dan hal ini menandakan bahwa fungsi pembinaan berjalan dengan baik.

c. Pembina Keolahragaan. Dalam bidang keolahragaan Korem dan Kodim jajarannya terlibat dalam pembinaan prestasi atlit daerah seperti menjadi Ketua Pasi Kalteng, Ketua Sasana Tinju Kalteng serta olah raga lainnya di tingkat kabupaten. Mekanisme pembinaannya dilaksanakan melalui pembinaan organisasi maupun materi latihan dan dukungan dana. Di bidang Tinju Kalteng cukup brprestasi di tingkat nasional demikian pula untuk atletik cukup membanggakan.
/d. Pembinaan. . . . . . .
d. Pembinaan lainnya. Dalam rangka kegiatan sosial seperti rumah jompo dan panti asuhan tidak luput dari binaan Korem dan Kodim jajarannya. Kegiatan yang dilakukan selain mengadakan kunjungan dalaam acara anjang sana dan memberi bantuan juga kepada anak yatim piatu yang berprestasi diberi bea siswa.

14. Kondisi Piranti Lunak. Kondisi piranti lunak yang mengatur keberadaan Koter saat ini masih bersifat kelembagaan saja, yaitu sebagai wujud dari TNI dalam melaksanakan peran teritorial dalam rangka menciptakan stabilitas di daerah. Terbentuknya kelembagaan lain seperti Muspida dan kegiatan TNI lainnya dalam rangka melaksanakan peran teritorialnya masih berlandaskan kebijakan masa lalu yang saat ini mulai dipertanyakan keberadaannya. Mengantisipasi perkembangan dimasa depan khususnya menghadapi diberlakukannya otonomi daerah secara luas, maka piranti lunak tersebut perlu dipertegas dan supaya memiliki landasan yang kuat. Disamping itu ada aturan yang jelas mengenai mekanisme kegiatan yang disepakati dan dilaksanakan secara konsisten. Kesan selama ini seperti halnya TNI Manunggal dinilai proyek milik TNI belaka.


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

15. Umum. Era globalisasi telah memunculkan isu demokratisasi, lingkungan hidup dan HAM, yang telah mendorong terjadinya perubahan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia dan wilayah Kalteng sebagai wilayah Binter Korem 102/PP. Demikian pula halnya dengan era Reformasi yang terjadi di Indonesia telah memberikan suasna lain dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia termasuk wilayah Kalteng. Perubahan suasana tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kebijaksanaan yang sangat mendasar tertama masalah sistim pendekatan yang ditempuh dalam pembangunan. Pendekatan keamanan menjadi tidak begitu populer di masyarakat. Bahkan tidak jarang terjadi masyarakat mulai berani melecehkan aparat yang sedang bertugas dengan ucapan dan teriakan yang sungguh menyakitkan hati. Adapun faktor yang berpengaruh tersebut baik intern maupun ekstern dan sejauh mana faktor -faktor tersebut berpengaruh akan dibahas dalam bahasan berikut ini.
/16. Faktor. . . . . . .
16. Faktor Ekstern.

a. Kendala. Perkembangan situasi dunia saat ini dengan isu globalnya dan perkembangan situasi dalam negeri Indonesia dengan era reformasinya telah memunculkan tokoh-tokoh intelektual yang berpikiran kritis dan ingin membawa Indonesia dalam suasana sistim Liberal. Indikasi kearah ini sangat jelas kelihatan, berupa keberanian untuk menghujat jajaran suprastruktur yang ada dan bahkan tanpa kecuali infrastruktur sekalipun. Hal semacam ini sangat tidak mungkin diketemukan pada era sebelum reformasi. Keberhasilan menghapuskan Dwifungsi ABRI terutama peran sosial politik TNI, mereka masih berjuang untuk menghilangkan peran teritorial dan intelijen TNI, untuk selanjutnya dialihkan peran tersebut kepada pemerintahan sipil. Tekanan masyarakat internasional terhadap keberadaan TNI di Indonesia diarahkan pada masalah pelanggaran HAM, sehingga TNI menjadi sangat tidak populer di mata masyarakat Indonesia. Pada tingkat daerah isu reformasi terutama dengan dihapuskannya fungsi Sospol telah memberikan penilaian yang keliru dalam melihat Koter dan jajarannya. Sementara itu dengan diberlakukannya UU no. 22/ tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang sangat besar dalam mengelola semua bidang pemerintahan wilayahnya kecuali bidang peradilan, kebijaksanaan moneter, hubungan luar negeri dan pertahanan. Di lain pihak dengan adanya perubahan Departemen Hankam menjadi Departemen Pertahanan, maka akan menempatkan Koter pada posisi yang semakin kecil dilihat dari tataran pemerintahan di daerah. Dalam jangka pendek akan menjadi kendala adalah belum adanya perundang-undangan yang mengatur bagai mana hubungan antar Koter dengan komponen pemerintahan dan masyarakat.

b. Peluang. Masyarakat internasional sebenarnya sangat menginginkan Indonesia dalam keadaan aman dan stabil, mengingat aset saham mereka cukup banyak di Indonesia. Mereka tidak mau kehilangan asetnya dan sekaligus pasar mereka yang potensial di Indonesia. Dengan demikian mereka sangat membutuhkan adanya TNI untuk dapat menjamin keamanan aset dan potensi pasarnya.
/Sementara. . . . . . . .
Sementara itu masyarakat sipil di Indonesia sangat menyadari keberadaan TNI terlebih dalam situasi Indonesia saat ini yang terancam dalam situasi disintegrasi. Dengan adanya perubahan nama Departemen Hankam menjadi Departemen Pertahanan akan memberikan kejelasan bagi satuan Koter dalam memerankan dirinya sebagai pelaksana bidang pertahanan di daerah. Sehingga dalam menyiapkan potensi wilayah menjadi ruang alat dan kondisi juang dapat dikelola dengan baik asalkan memiliki dasar hukum yang jelas seperti perundangan dan aturan lainnya.

17. Faktor Intern.

a. Kelemahan. Masa lalu TNI yang telah memainkan peran dalam kehidupan politik praktis dengan kedekatannya pada salah satu kekuatan sosial politik telah merusak citra TNI waupun dilakukan oleh sebagaian kecil personil TNI yang memiliki interes tertentu pada masalah politik. Dalam aplikasi kegiatan Koter diakui masih banyak terjadi penyimpangan karena faktor kesalahan manusianya belaka. Kualitas sumber daya manusia TNI tidak sepenuhnya dapat menunjang program kebijaksanaan pinpinan TNI. Piranti lunak yang ada cenderung tidak bisa menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Timbulnya pemikiran kreatif dari personil TNI yang ingin melihat doktrin TNI dapat menyesuaikan dengan tuntutan keadaan yang berubah dengan pesat cenderung dilihat dari kaca mata negatifnya saja. Sementara itu walaupun ada pembatasan yang tegas dari pemerintah tentang peran TNI hanya pada masalah pertahanan saja, namun karena masih terbawa oleh pandangan akibat situasi masa lalu, maka diperkirakan pelaksaan kegiatan Koter dalam waktu dekat masih banyak menghadapi kendala.

b. Kekuatan. Keberadaan TNI sampai dengan saat ini sangat solid baik dalam hal organisatoris, maupun dukungan terhadap program kegiatannya yang dirasa masih sangat menunjang citra TNI, baik di mata dunia internasional maupun di tingkat nasional dan daerah. Dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI sebenarnya telah menimbulkan kekuatan baru dalam diri personil TNI secara keseluruhan.


/Personil. . . . . . . .
Personil tidak lagi ragu-ragu dalam bertindak sebab visi dan misi TNI sangat jelas untuk kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di lain pihak TNI khususnya TNI AD dan jajaran Koter di daerah akan dapat melaksanakan kegiatan sebagai Koter apabila didukung dengan landasan yang jelas seperti perundang-undangan, peraturan dan lain sebagainya.


ANALISIS MEKANISME HUBUNGAN KOTER
DENGAN INFRA DAN SUPRA STRUKTUR DI DAERAH

18. Umum. Menemukan mekanisme hubungan antara koter dengan infra dan supra struktur di daerah akan lebih konfrehensif apabila dilakukan melalui suatu proses berpikir yang jernih dengan menggunakan kemampuan analisis yang konfrehensif dan integralistik. Dalam situasi nasional seperti saat ini dibutuhkan adanya pemahaman oleh seluruh komponen masyarakat akan adanya supremasi hukum, azas kebersamaan dan kebebasan yang dilandasi oleh perundang-undangan yang mengaturnya. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan seluruh komponen masyarakat mampu menempatkan dirinya secara tepat sesuai dengan pembatasan yang diberikan pada dirinya dalam suasana kebebasan sebagai mana diatur dalam perundang-undangan. Dilandasi oleh latar belakang pemikiran, kondisi hubungan koter dengan infra dan supra struktur saat ini dan faktor-faktor yang mempengaruhi, maka sejauhmana mekanisme hubungan Koter dengan infra dan supra struktur di masa depan perlu dianalisis secara mendasar sehingga dapat diketemukan hubungan yang didasari oleh prinsip kebersamaan, kemitraan dan kesetaraan serta berlandaskan pada azas formal dan ligitimasi.

19. Hubungan Formal.

a. Hubungan formal yang dilaksanakan melalui wadah kemuspidaan selain memberikan nilai positif tetapi juga dapat berdampak negatif. Sorotan yang paling tajam kepada Koter dihadapkan pada keterlibatannya dalam wadah kemuspidaan adalah secara langsung maupun tidak langsung akan memaksa TNI ikut dalam kehidupan politik praktis.
/Sebagian. . . . . . . .
Sebagian masyarakat menolak keterlibatan TNI dalam kehidupan politik praktis karena kehadiran TNI akan menjadi hambatan dalam kemajuan proses demokrasi di Indonesia. Kondisi ini sedang sangat getol diperjuangkan sehingga tidak memberikan ruang kepada TNI dalam membela diri, termasuk menampilkan fakta bahwa justru TNI-lah yang memelopori proses demokratisasi di Indonesia saat ini. Bahkan dapat terjadi, wadah kemuspidaan yang ada saat ini oleh sebagian kelompok masyarakat telah dikategorikan sebagai sarana untuk memperebutkan posisi pimpinan pemerintahan di daerah, walaupun TNI sudah memposisikan dirinya tidak lagi terlibat dalam masalah politik termasuk untuk menduduki jabatan tertentu di sipil, kecuali apabila masyarakat menghendaki.

Mengantisipasi tuduhan tersebut ada baiknya TNI mempertimbangkan kembali keberadaan wadah kemuspidaan yang ada di daerah, dengan tidak meninggalkan prinsip kerja yang telah dinilai positif selama ini. Sementara itu untuk mewadahi hubungan antara TNI dengan pemerintahan di daerah perlu dialihkan kerjasama tersebut kepada pihak Depatemen Pertahanan yang akan membawahi mekanisme kerja Koter di daerah dan hal ini sekaligus akan memberikan dampak yang besar terhadap TNI yang sedang melakukan reformasi kedalam. Pertimbangan lain adalah keterlibatan TNI dalam masalah pemerintahan kelihatan seakan berkurang tetapi keterlibatan Departemen Pertahanan sebagai instansi pemerintahan di daerah akan dapat menampung kebutuhan TNI dalam menyiapkaan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang yang memadai. Dengan demikian maka fungsi Koter yang selama ini ditangani oleh TNI selanjutnya akan ditangani oleh Departemen Pertahanan yang memiliki akses langsung dalam pemerintahan. Langkah ini selain dapat memberikan jalan keluar terhadap tuntutan sebagian masyarakat yang menghendaki agar Koter dibubarkan, juga dalam rangka memberikan kemandirian kepada daerah dalam melaksanakan pemerintahanan dengan sistim otonomi seluas-luasnya dan menunjukan adanya reformasi di TNI.

b. Kegiatan TNI Manunggal yang dilaksanakan TNI selama ini secara fisik sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga kehadirannya sangat dibutuhkan.
/Namun. . . . . . .
Namun di lain pihak kegiatan tersebut dituduhkan oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai upaya TNI untuk tetap eksis dalam masalah sosial politik, tanpa mau melihat apa visi dan misi TNI sebenarnya. Apabila dicermati secara mendalam apa makna dan hakekat TNI Manunggal sebenarnya mampu memberikan nilai strategis dalam upaya TNI menjaga kemanunggalan TNI dan rakyat. Tetapi kenyataannya masyarakat dengan sangat mudah mengingkari apa yang sebenarnya mereka sudah nikmati dari hasil jerih payah yang dilakukan prajurit-prajurit TNI selama ini. Hal ini disebabkan apa yang dilakukan dalam kegiatan TNI Manunggal hanya menyentuh kulit dari permasalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan dan hanya bersipat sesaat. Secara nyata patut diakui bahwa hasil pembangunan pisik yang dibuat dalam TNI Manunggal yang tersisa setelah sekian tahun hanya berupa monumen belaka dan itupun sirna tanpa bekas disapu oleh derasnya laju pembangunan pedesaan beberapa waktu lalu.

Dimasa depan kegiatan manunggal perlu dipertimbangkan kembali dengan melihat sasarannya harus bersifat strategis, berskala besar dan memiliki manfaat dengan durasi yang panjang. Bidang yang dapat dikelola di daerah seperti masalah hutan yang belum dikelola dengan maksimal dan sebelum terlambat perlu adanya langkah yang tepat untuk mengelola hutan di wilayah Kalimantan Tengah sebelum menjadi gurun pasir. Dalam jangka panjang apabila Koter melalui peran Departemen Pertahanan mampu meyakinkan Pemda selaku pelaksana otonomi untuk mengelola hutan menjadi perkebunan, maka akan dapat berdampak besar terhadap citra Koter di masa depan. Disamping memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, maka hutan yang berubah fungsi menjadi areal perkebunan akan memberikan tata ruang yang baik untuk pemanfaatan ruang pertahanan wilayah. Di lain pihak pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sarana transportasi darat dipelopori oleh Koter untuk merebut hati masyarakat yang dapat bernuansa luas dan menyeluruh. Patut diakui saat ini Koter sangat miskin akan penguasaan atas kedua sarana transportasi yang ada di daerah Kalimantan Tengah tersebut.


/Dengan. . . . . . . .
Dengan penguasaan atas kedua prasarana transportasi tersebut selain menciptakan sistim transportasi yang baik dan memang sangat dibutuhkan saat ini, juga akan memberikan rasa aman kepada masyarakat yang selama ini sering terganggu oleh berbagai tindakan kriminal yang mengancam keselamatan mereka.

c. Pelaksanaan Posko Kewaspadaan dan Gerakan Disiplin Nasional yang ada diseluruh instansi Koter saat ini hampir dapat dipastikan sudah tinggal nama belaka. Gerakan Reformasi yang terjadi beberapa waktu terakhir ini telah mampu menarik simpati masyarakat, sehingga kecenderungan untuk menghujat Koter sebagai pelaksana Posko Kewaspadaan dan GDN terus belangsung hingga sekarang. Sebagai akibatnya posko Kewaspadaan dan GDN menjadi reklame menarik yang sangat dipuji tetapi tidak diminati. Kondisi ini tidak terlepas dari pembentukan kedua badan tersebut sebagai produk Orde Baru yang sangat tidak polpuler saat ini, juga tanpa didasari oleh sistem pengkajian yang memadai. Dengan berlakunya sistim otonomi daerah, maka dalam rangka kembali merebut hati masyarakat harus menggunakan strategi yang memiliki jangkauan waktu yang panjang dan dan dapat menjawab permasalahan.

Alternatif yang perlu dikembangkan adalah menghidupan kembali peran Pertahanan Sipil sebagai wujud dari sadar bela negara dari warga masyarakat, sehingga mampu menyiapkan kekuatan perlawanan rakyat ( Wanra) sebagai komponen utama pertahanan nasional. Implikasinya Markas Wilayah Pertahanan Sipil yang ada di Pemda harus tetap dipertahankan. Sedangkan dalam hubungan dengan pembinaannya, maka Departemen Pertahanan selaku pembuat kebijaksanaan bersama dengan Pemda dan TNI selaku pelaksana di lapangan. Dengan demikian hubungan antara Pemda, Koter selaku pelaksana kebijaksanaan Pertahanan di daerah dan TNI selaku pembina di lapangan akan berjalan secara bersama dengan dilandasi oleh prinsip kebersamaan, kemitraan dan kesetaraan.

20. Hubungan Informal.

/a. Sebagian. . . . . . . .
a. Sebagai pembina Ormas keberadaan TNI saat ini masih dicurigai sebagai agen pelaksana misi sospol TNI. Sehingga ormas yang langsung berada dibawaah binaan TNI dituding pula sebagai perpanjangan tangan TNI dalam mencapai tujuan politiknya. Seperti halnya Resimen Mahasiswa, Pemuda Panca Marga, FKKPI dan lain sebagainya telah dihujat bersama TNI sebagai ormas yang dituntut untuk dihapuskan. Kenyataannya memang semua ormas tersebut dalam masa orde baru menjadi sarana pembinaan kader masyarakat yang memiliki rasa bela negara yang tinggi. Nampaknya pada masa tersebut pembinaan tersebut cukup berhasil, walau belakangan wadah tersebut berkembang menjadi organisasi yang mampu membawa para anggotanya dekat dengan penguasa dan TNI yang selanjutnya dijadikan sebagai ajang mencari jabatan dan peluang lainnya di segala bidang kehidupan. Kondisi ini telah menjerumuskan TNI dan sebagain besar ormas tersebut kepada sistim KKN yang terorganisir.

Terlepas dari semua ormas tersebut memang nyatanya lahir dan dibesarkan semasa Orde Baru, tetapi TNI harus tetap dapat melakukan pembinaan melalui satu wadah sehingga mampu menghasilkan manusia Indonesia yang memiliki kesadaran Bela Negara yang tinggi. Dengan adanya Paradigma Baru Peran TNI yang telah memberikan kebebasan kepada ormas binaannya untuk tidak terikat pada komitmen TNI yang netral, sehingga harus melepaskan ormas binaannya yang merupakan wahana cukup baik untuk membentuk waraga yang memiliki jiwa yang sadar Bela Negara. Kondisi ini tentunya menjadi kontra produktif bagi TNI/ Departemen Pertahanan dalam menyiapkan kader masyarakat yang memiliki kesadaran bela negara yang tinggi. Sebagai alternatif pemecahan masalah ini kiranya perlu memanfaatkan kembali wadah kepanduan/ kepramukaan yang ada di Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas, baik Umum maupun kejuruan. Wadah Keperamukaan apabila dihidupkan kembali akan memberikan wahana pembinaan generasi muda mulai tingkat yang paling mendasar akan mampu menciptakan warga masyarakat yang memiliki jiwa dan kesadaran Bela Negara yang baik. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi pendidikan kewiraan perlu dipertahankan sebagai materi umum dan perlu adanya upaya untuk membentuk satu fakultas tentang ilmu pertahanan dan kemiliteran di Indonesia.
/Sebagai. . . . . . . .
Sebagai penanggung jawab dalam operasionalnya, maka Departemen Pertahanan sebagai pembuat kebijaksanaan bersama Departemen Dalam Negeri sedangkan sebagai pelaksananya adalah personil TNI maupun masyarakat yang telah memiliki kesadaran bela negara selaku perorangan bukan kelembagaan. Sistim kerjanya menggunakan sistim kontrak atau bisnis murni.

b. Hubungan TNI/ Departemen Pertahanan dengan KBA yang selama ini cukup baik dan tetap diperthanakan untuk menjaga hubungan emosional keduanya. Dalam pelaksanaan hubungan tersebut antara keduanya perlu dihindari kontak secara langsung pada masalah politik yang dapat memunculkan masalah baru dan akan medatangkan tuduhan pada TNI/ Dephan terlibat daalam masalah politik praktis. Sebagai wahana pembinaan hubungan tersebut, maka perlu diciptakan wahana baru dengan memanfaatkan ormas yang menjadi binaan Koter selama ini untuk mengambil alih pembinaan pramuka/ kepanduan yang ada di seluruh Indonesia bekerja sama dengan Pemda dalam pendanaannya dan personil TNI yang sudah purna tugas dapat diberi tanggungjawab dalam supervisi pembinaannya. Sedangkan untuk tetap menjaga hubungan emosional antara TNI dengan ormas binaannya, maka mekanisme hubungan yang selama ini cukup baik terus ditingkatkan baik secara formal maupun informal. Secara kelembagaan maka Koter sebagai pelaksana kebijaksanaan Dephan di daerah memberikan bantuan pelatihan dasar kewiraan kepada kader baru yang direkrut ormas tersebut. Sedangkan secara individual perlu tetap dilakukan kegiatan pertemuan secara rutin dalam bentuk “coffee morning” dan kegiatan serupa lainnya. Dengan kegiatan semacam itu maka katan emosional antara Koter selaku pelaksana kebijakan Dephan di daerah dengan ormas binaannya dapat dijaga kelangsungannya.

c. Keberadaan Pejabat TNI selaku pembina pengurus olah raga memang cukup baik dan memberikan nilai positif bagi kemajuan pembinaan oleh raga secara keseluruhan di Tanah Air.


/Namun. . . . . . . . .
Namun demikian adan kesan bahwa selama ini semua pekerjaan diambil alih oleh TNI, sehingga perlu adanya pembatasan kegiatan pembinaan pada kegiatan yang memiliki relatifitas dengan beberadaan TNI/Dephan dalam meningkatkan jiwa bela negara masyarakat seperti olah raga bela diri, pendaki gunung, pecinta alam, menembak, terjun payung dan lain sebagainya. Mekanisme kegiatan pembianaan selain memanfaatakan personil Koter di daerah baik yang aktif maupun yang sudah purna tugas selaku tenaga pembina, maka secara organisasi dapat diserahkan kepada ormas binaan Koter yang ada di daerah. Sedangkan kegiatan pembinaannya perlu dikembangkan pada bentuk hiburan yang dapat memberikan rasa tertarik pada dunia keprajuritan seperti “ permainan keprajuritan “ yang telah dikembangkan di beberapa negara maju. Dengan demikian maka selain mampu memberikan wadah untuk mendekatkan TNI dengan masyarakat di daerah juga daapat dijadikan wadah pembinaan akan kesadaran bela negara yang cukup baik. Karena secara tidak sadar sambil berprestasi dan menghibur diri, maka masyarakat diajaak dekat dengan kepraajuritan yang mampu meciptakan rasa bangga akan negara dan bangsanya.

21. Piranti Lunak. Kondisi piranti lunak yang mengatur hubungan Koter dengan infra dan supra struktur di daerah sangat lemah, sehingga keberadaan hubungan tersebut kurang mengikat. Mengkaitkan UUD 1945, UU No. 20/Tahun 1982 dan ketentuan lainnya memang memberikan dasar-dasar keberadaan Koter sebagai lembaga di daerah, tetapi keberadaannya tidak dilandasi dengan perundang-undangan yang kuat dan memberikan kewenangan dan tanggungjawab yang jelas. Hal ini perlu diupayakan mengingat di masa depan supremasi hukum akan ditegakan secara nyata dan untuk mengantisipasi tuntutan masyarakat karena keberadaan Koter tidak memiliki azas legalitas. Dengan dilandasi oleh perundang-undangan yang jelas seperti dalam bentuk minimal undang-undang, maka piranti lunak yang lainnya dalam bentuk petunjuk operasional lainnya akan bisa dibuat dan mengacu pada kerja sama dengan instansi lainnya. Melalui piranti lunak tersebutlah dapat dituangkan berbagai bentuk hubungan yang mengatur mekanisme kerja antara Koter dengan infra dan supra struktur yang ada di daerah.


/Dengan. . . . . . . .
Dengan demikian maka setiap lembaga yang ada dalam tata kerja hubungan tersebut secara tegas ditentukan kewangan dan tugasnya, sehingga tidak diketemukan lagi ada instansi yang baru mau bekerja apabila ada dananya. Terhadap Koter di daerah tidak lagi menjadi alat pemadam kebaran yang merasa semua harus ditangani tetapi satupun tidak tertangani akhirnya. Dengan adanya piranti lunak tersebut diharapkan semua instansi memiliki porsi yang jelas dan saling bertanggungjawab.


KESIMPULAN DAN SARAN

22. Kesimpulan. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan Koter dengan infra dan supra struktur di daerah perlu ditinjau kembali sesuai dengan tuntutan dan perkembangan yang terjadi dimasa depan. Peninjauan hubungan tersebut perlu dilakukan untuk menyelaraskan mekanisme kerja pemerintahan di daerah yang melibatkan unsur-unsur pemerintahan dan menempatkan TNI dalam porsi yang tepat sebagai alat pertahanan negara yang kedudukannya tidak berada dibawah presiden sebagai pimpinan pemerintahan, melainkan berada dibawah presiden sebagai Pimpinan Negara. Akan lebih tegas lagi apabila keterlibatan TNI sebagai alat negara dalam kegiatan non-pertahanan adalah dalam rangka mendukung kebijakan Dehan selaku unsur pemerintahn. Dalam hal ini keterlibatannya terbatas pada penyiapan ruang, alat dan kodisi juang dalam rangka pertahanan wilayah.

Konsekuansi dari hal diatas adalah TNI harus melepas peran teritorialnya selanjutnya ditangani oleh Dephan untuk membuat kebijaksanaan yang mengatur masalah pertahanan dan pelaksanaannya dilakukan oleh Koter di daerah. Dengan demikian Koter sebagai pelaksana kegiatan berada langsung dibawah Dephan sebagai pelaksana fungsi pemerintahan. Sedangkan TNI dengan jajarannya selaku pelaksana kegiatan pendukung kebijaksanaan tersebut pengerahannya sesuai dengan kesepakatan Depdagri, Dephan dan Mabes TNI dengan persetujuan dan mekanisme kerja serta kebutuhan pemerintah daerah.


/Dalam. . . . . . . . .
Dalam mewujudkan kegiatan tersebut, program kegiatan pembinaan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang perlu ditinjau ulang. Kegiatan manunggal yang dilaksanakan selama ini, dimana hasilnya baru menyentuh kulit perasalahannya saja, sehingga dengan sangat mudah dilupakanmasyarakat. Agar lebih mencapai sasaran, maka kegiatan teritorila harus diprogram berskala besar dan memiliki nilai strategis dan durasi waktu yang relatif lama dirasakan masyarakat. Kegiatan pembinaan dikembangkan pada kegiatan yang berorientasi hiburan dan penyaluran hobi serta sedikit berorientasi bisnis, dengan demikian akan lebih mampu menarik hati masyarakat, sehingga keberadaan Koter terasa dibutuhkan oleh masyarakat di masa depan.

23. Saran. Melalui pembahasan tersebut diatas, maka untuk dapat mengoptimalkan peran Koter di daerah dihadapkan dengan perkembangan di masa depan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

a. Perlu memprtimbangkan penempatan Koter berada dibawah Dephan yang secara kelembagaan berada langsung pada jalur pemerintahan, sehingga dalam mekanisme hubungan kerja terjadi kebersamaan, kemitraan dan kesetaraan.

b. Dephan sebagai penaggungjawab kebijaksanaan bidang pertahanan, bertanggungjawab dalam penyiapan ruang, alat dan kondisi juang dari potensi wilayah yang ada bersama unsur pemerintah yang lain dan sebagai pelaksana kegiatan adalah unsur TNI dan ormas binaannya.

c. Sasaran pembinaan dari Koter agar berskala besar dan mendasar sehingga memberikan nilai yang strategis dan dinikmati oleh masyarakat dalam jangka relatif panjang. Adapun sasaran yang pembinaannya meliputi :

1) Pemanfaatan potensi wilayah seperti hutan menjadi perkebunan, DAS dan transportasi darat dapat dinikmati leh seluruh masyarakat dengan mudah.

2) Membina sumber daya manusia agar memiliki kesadaran bela negara yang tinggi melalui pembinaan Kepramukaan secara optimal, memperjuangkan agar pelajaran kewiraan tetap menjadi materi kuliah dan membentuk fakultas pertahanan dan militer di setiap perguruan tinggi.
/3. Pembinaan. . . . . . .
3) Pembinaan terhadap ormas sepenuhnya dilepas untuk memberikan kemandirian kepada ormas tersebut, sedangkan KBA masih perlu dijaga hubungan emosionalnya dengan TNI/ Dephan melalui kegiatan informal.

4) Kegiatan pembinaan rasa sadar belanegara dikembangkan pada materi yang bersifat hiburan dan penyaluran hobi seperti oleh raga bela diri, pencinta alam, terjung payung, mendaki gunung dan permainan keprajuritan.


PENUTUP

24. Demikian tulisan ini dibuat untuk dapatnya dijadikan sebagai bahan masukan kepada Komando Atasan, dengan harapan dimasa depan Koter yang tetap merupakan ujung tombak pembinaan potensi wilayah menjadi kekuatan juang dapat terlaksana dengan baik sehingga peran teritorial diterima keberadaannya oleh masyarakat.

25. Terlepas dari ideal atau tidaknya tulisan ini, penulis mencoba untuk menyampaikan gagasan yang cukup ideal sehingga untuk dapat terwujudnya ide tulisan ini menjadi kenyataan sangat tergantung peran dan kemampuan pejabat teras TNI/ Dephan dan anggota dewan dari fraksi TNI/Polri yang menggolkan di taingkat pemerintahan.


Palangka Raya, 1 Desember 1999
KOMANDAN KOREM 102/PANJU PANJUNG


DRS. SAUT LUBIS .
KOLONEL INF NRP 25727




DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN. ……………………………………………………… 1
1. Umum……………………………………………………………. 1
2. Maksud dan Tujuan ……………………………………………. 2
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut …………………………………… 2
4. Metoda dan Pendekatan. ……………………………………….. 2
5. Pengertian………………………………………………………… 3
II LANDASAN DAN LATAAR BELAKANG PEMIKIRAN
6. Umum. …………………………………………………………… 3
7. Landasan Hukum. ………………………………………………. 3
8. Landasan Operasional. ………………………………………….. 4 9. Tuntutan Masyarakat agar TNI membubarkan Koter…………… 4 10. Otonomi Daerah ………………………………………………… 5
III KONDISI HUBUNGAN KOTER DENGAN INFRA DAN SUPRA
STRUKTUR DI DAERAH SAAT INI…………………………….. . . . . 5
11. Umum. ………………………………………………………….. 5
12. Hubungan Formal. ……………………………………………… 5
13. Hubungan Informal. …………………………………………….. 7
14. Kondisi Piranti Lunak. …………………………………………. 9
III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI. ……………………. 9
15. Umum. ………………………………………………………….. 9
16. Faktor Ekstern…………………………………………………… 10
17. Faktor Intern…………………………………………………….. 11
IV ANALISIS MEKANISME HUBUNGAN KOTER DENGAN INFRA
DAN SUPRA STRUKTUR DI DAERAH……………………………… 12
18. Umum. …………………………………………………………. 12
19. Hubungan Formal. …….……………………………………….. 12
20. Hubungan Informal …………………………………………….. 15
21. Piranti Lunak. ………………………………………………….. 18

/V KESIMPULAN. . . . . . .
V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………. 19
22. Kesimpulan. …………………………………………………… 19
23. Saran. ……………………………………………………….. 20
VI PENUTUP…………………………………………………………… 21
24. Demikian……………………………………………………. 21
25 Terlepas. ……………………………………………………. 21
________________________






















MEKANISME HUBUNGAN KOTER
DENGAN INFRA DAN SUPRA STRUKTUR
DI DAERAH

( MAKALAH INI DITULIS
DALAM RANGKA RAKORTER TNI 1999 TANGGAL 6-7 DESEMBER 1999
DI MABES TNI CILANGKAP, JAKTIM )
















Palangka Raya, 1 Desember 1999




DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Kalimantan Tengah Dalam Data, terbitan tahun 1997 oleh BPS Kalimantan Tengah.
2. Buku Paradigma Baru Peran TNI abad XXI terbitan tahun 1998 oleh Sesko TNI.
3. Buku Petunjuk Teritorial TNI AD terbutan 1992 oleh Suad.
4. Buku Vademikum Teritorial tahun 1988 terbitan Suad.
5. Buku Laporan Program Kerja Korem 102/PP T.A 1998/1999.
6. Buku Renbinter Korem 102/PP tahun 1998.

------------------------------------






UPAYA PENYIAPAN KODIM


UPAYA MENYIAPKAN KODIM
DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH
DI WILAYAH KOREM 102/PP



PENDAHULUAN


1. Umum. Dunia saat ini telah memasuki suatu kurun waktu yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdefendensi) antar bangsa yang semakin mendalam serta globalisasi dan saling keterkaitan antar masalah yang semakin erat. Berkat kemajuan-kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan transportasi, dunia terasa semakin menciut dan batas-batas negara semakin kabur. Peradaban umat manusia dewasa ini tengah memulai suatu masa peralihan, suatu zaman pancaroba yang berkepanjangan dan serba tidak menentu. Sendi-sendi tatanan politik dan ekonomi internasional, yang terbentuk seusai Perang Dunia II, mulai berguguran, sedangkan suatu tatanan dunia baru masih sedang mencari bentuknya dan masih jauh dari mapan. Bangsa-bangsa, negara-negara dan lembaga internasional pun tanpa kecuali harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan sedang terus berubah sedemikian drastisnya.

Kecenderungan perkembangan dunia di masa yang akan datang akan diwarnai dengan terjadinya persaingan dalam bidang ekonomi yang sangat ketat, pasar bebas dan sistim proteksionisme serta perebutan sumber daya alam yang akan menjadikan dunia ini sebagai lahan eksploitasi besar-besaran. Hal ini akan menyebabkan terjadinya benturan kepentingan antar negara-negara di dunia dengan langkanya sumber daya yang ada dan harus diperebutkan. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di daerah Kathulistiwa terletak diantara dua samudera yaitu Samudera India dan Samudera Pasifik serta menghubungkan dua benua Asia dan Australia kaya akan berbagai hasil tambang, flora dan fauna serta kekayaan hasil laut lainnya. Di lain pihak karena pengaruh kondisi sosial serta adanya tekanan dari dunia internasional, maka potensi yang ada tersebut semakin berkurang dan tidak memungkinkan secara optimal pemanfaatan potensi yang ada untuk kepentingan masyarakat.

TNI AD sebagai salah satu unsur pembina teritorial dengan Korem 102/PP sebagai Sub-kompartemen Strategis di wilayah Kalimantan Tengah dalam pelaksanaan kegiatannya akan berhadapan dengan potensi geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat dalam mewujudkan potensi juang manjadi kekuatan juang. Dalam pelaksanaan kegiataan Binter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor dari luar dan dalam dengan segala kelemahan, kekuatan, kendala dan peluang yang ada. Dengan pembatasan tersebut tulisan ini mencoba mencari solusi tentang upaya pembinaan teritorial di wilayah Korem 102/PP melalui penganalisaan terhadap permasalahan Binter yang ada dan kemungkinan perkembangan dimasa depan dengan tetap berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan petunjuk lain yang ada.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Memberikan gambaran tentang upaya penyiapan Kodim di wilayah Kalteng dalam menghadapi otonomi daerah.

b. Tujuan. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijaksanaan untuk penyiapan Kodim di wilayah Kalteng dihadapkan pada pelaksanaan otonomi daerah.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Lingkup penulisan ini meliputi pokok-pokok Binter dilingkungan Korem 102/PP dihadapkan dengan perkembangan situasi saat ini dan prediksi masa depan, dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Landasan dan Latar Belakang Pemikiran
c. Kondisi Kodim Saat Ini.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
e. Analisis Permasalahan.
f. Upaya penyiapan Kodim.
g. Kesimpulan dan Saran.
h. Penutup.

4. Metoda dan Pendekatan. Tulisan ini menggunakan metode diskriptif analisis dengan pendekatan pengamatan langsung dilapangan.


LANDASAN DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

6. Umum. Keberadaan dan integritas Kodim selaku Koter di daerah dalam beberapa tahun terakhir ini sangat baik dan kondusif serta sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena Koter dapat memerankan fungsinya di tengah masyarakat yang memang membutuhkan keberadaannya. Seiring dengan perubahan zaman khususnya di era reformasi saat ini, keberadaan Kodim mulai dipertanyakan dan bahkan ada tuntutan sebagian komponen bangsa ini agar Kodim dibubarkan. Hal ini terjadi selain sebagai imbas dari dihentikannya keterlibatan TNI dalam masalah politik, juga sebagai akibat dari adanya penyimpangan dari personil Kodim dan personil Koter lainnya di tengah masyarakat yang tidak lagi berpijak pada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, beberapa lembaga diluar TNI telah direformasi seperti Departemen Penerangan, Departemen Sosial dan Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga serta departemen dan instansi lainnya, sebagai langkah pemerintah menyikapi tuntutan reformasi. Mencermati kondisi tersebut maka dalam pembahasan ini akan menjelaskan apa yang menjadi landasan dan latar belakang pemikiran tentang upaya Koter di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini, seperti dibahas dalam tulisan berikut ini.

7. Landasan Hukum. Secara hukum ( de yure ) keberadaan Kodim selaku Koter tidak memiliki landasan yang kuat. Keberadaannya hanya berlandaskan pada kelembagaan TNI sebagai pemegang peran dan fungsi pembinaan teritorial, konsekwensi logis dari TAP MPR nomor : VII Tahun 2000 dan sistim pertahanan yang dianut secara nasional. Hal ini memberikan fakta, bahwa keberadaan Koter nyata dan dibutuhkan adanya ( de facto ). Tetapi apabila dikaji secara substansial dihadapkan pada tuntutan sistem pertahanan yang dianut, maka keberadaan Kodim merupakan hal yang logis dengan pertimbangan geografi, demografi dan kondisi sosial yang ada. Dengan pertimbangan tersebut maka UUD 1945 pasal 30, UU no 20/Tahun 1982 serta perundang-undangan lainnya secara hukum dapat dijadikan acuan keberadaan Kodim, namun demikian perlu adanya landasan hukum yang mengikat lebih kuat dalam operasionalnya.

8. Landasan Operasional. Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta merupakan landasan operasional Kodim selaku satuan Koter dalam menyiapkan seluruh potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang. Kodim sebagai pembina teritorial akan berhadapan pada unsur geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat sebagai akibat dari permasalahan yang timbul pada kedua unsur sebelumnya. Penyiapan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang sebagai persyaratan wilayah pertahanan yang sengaja dipersiapkan, sehingga memiliki ketahanan menghadapi bentuk ancaman yang ada, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dengan adanya landasan operasional tersebut telah menempatkan Kodim pada posisi yang dibutuhkan pada sistim pertahanan negara sebagai instrumen yang menyiapkan unsur pertahanan yang dikehendaki sesuai doktrin yang dianut.

9. Tuntutan Sebagian Kelompok Masyarakat agar Koter Dibubarkan. Melalui para pakar dan bahkan pejabat birokrasi telah menyampaikan berbagai sumbang pemikiran tentang keberadaan Kodim. Pada dasarnya para pemikir, baik dari intelektual sipil maupun militer, telah menyuarakan adanya tuntutan pembubaran terhadap Kodim atau satuan Koter lainnya, karena disinyalir akan mampu mempengaruhi netralitas TNI dalam bidang politik untuk jangka panjang. Demikian gencarnya tuntutan tersebut, bahkan telah dirancang dalam suatu sistim periode jangka pendek, menengah dan panjang yang sangat sistematis mulai dengan rencana pembubaran Koter di Aceh dalam jangka pendek, Babinsa, Koramil dalam jangka menengah dan Kodim, Korem dan Kodam dalam jangka panjang ( Kompas, tanggal 25 Nopember 1999). Tuntutan ini, seperti halnya tuntutan serupa untuk peran sospol tidak bisa dianggap sepele, karena mengacu pada norma universal yang berlaku terutama di negara-negara maju. Nampaknya tuntutan tersebut akan semakin keras seiring dengan proses demokratisasi yang memang sedang derasnya bergulir di Indonesia.

10. Otonomi Daerah. Pelaksanaan Undang-Undang No.22/Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah segera dilaksanakan pada 1 Januari 2001. Kondisi ini menempatkan Pemda sebagai penguasa tunggal dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola potensi wilayah untuk kepentingan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian kewenangan yang ada tersebut sudah biasa dilakukan oleh TNI dan Polri di masa lalu. Mengingat ada pengalihan wewenang penuh kepada Pemda, maka perlu adanya ketentuan baru yang mengatur, sehingga ada ketegasan dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan di daerah, khususnya keterlibatan Kodim selaku Koter dalam ikut serta mendorong pembangunan di daerah.

11. Likuidasi Beberapa Departemen oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah pusat dalam Kabinet Pemerintahan Presiden K.H. Abdulrahman Wahid saat ini, telah melikuidasi beberapa departemen diantaranya adalah Departemen Penerangan, Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, Departemen Sosial dan beberapa departemen serta instansi lainnya. Adapun visi pembubaran departemen dan instansi tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai motivator dan dinamisator saja. Dengan visi tersebut secara kelembagaan tidak ada lagi campur tangan birokrasi dalam pembinaan fungsi tersebut. Diharapkan masyarakat dengan LSM yang ada di daerah akan melakukan pembinaan dan pengembangan fungsi tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sendiri. Kenyataan yang ada pada dasarnya di negara maju fungsi tersebut pada umumnya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

12. Pertikaian antaretnis Madura dan Dayak. Pertikaian antaretnis yang terjadi di wilayah Kalteng beberapa bulan terakhir ini telah menjadi isu nasional dan bahkan internasional. Secara nasional isu tersebut mengarah pada tudingan masyarakat indonesia pada upaya untuk merusak tatanan bingkai NKRI. Sedangkan secara internasional telah memberikan label pada masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Dayak pada khususnya sebagai manusia yang tidak beradab dan kanibalistis. Kondisi ini telah menjadikan masyarakat Dayak sebagai obyek dari isu yang berkembang dan cenderung memberikan penilaian negatif. Sementara itu simpati dan pertolongan berdatangan kepeda masyarakat warga Madura yang mengungsi dan dianggap sebagai korban kebiadaban warga Dayak. Kalau ditelusuri lebih jauh dan mau mencari akar permasalahan dari pertikaian tersebut, setidaknya ada lima sisi yang perlu dijadikan bahasan untuk mengetahui penyebab dari pertikaian tersebut. Pertama, Adat istiadat masyarakat Dayak yang masih hidup dengan cara-cara tradisional dan cenderung inklusif. Keadaan ini telah menempatkan masyarakat Dayak pada posisi mengalah dan pasif. Kebiasaan tersebut telah merugikan masyarakat Dayak dalam persaingan dengan warga dari etnis pendatang di Kalteng. Berbagai kegiatan bisnis, posisi di birokrasi dan legislatif ditempati oleh warga pendatang terutama dari warga Madura. Kedua, kebiasaan warga Madura yang cenderung eksplosif dan eksklusif telah menimbulkan kesan dekat dengan kekerasan dan upaya-upaya secara kelompok untuk melindungi kekerasan yang dilakukan warganya. Ketiga,








KONDISI KODIM SAAT INI

6. Umum. Keberadaan Kodim saat ini, khususnya di wilayah Korem 102/PP berpedoman pada peraturan perundang-undangan, ketentuan hukum, budaya dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat serta ketentuan lain yang ada di lingkungan TNI. Kodim dalam melaksanakan kegiatan Binter yang meliputi pembinaan unsur Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial setempat, namun demikian dalam pelaksanaannya masalah personil dan piranti lunak sebagai pelaksana dan perangkat pengendali sangat menentukan pelaksanaan kegiatan Kodim dalam Binter di lapangan. Untuk lebih memahami tentang kondisi Kodim di wilayah Korem 102/PP dihadapkan pada unsur-unsur tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.

7. Kondisi Geografi. Wilayah tanggung jawab pembinaan Korem 102/PP meliputi seluruh wilayah Propinsi Kalimantan Tengah dengan luas 15.356.400 Ha yang sebagian besar terdiri dari hutan terbagi dalam dua kawasan yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Khusus. Wilayah Korem 102/PP terdiri dari enam Kodim dan tujuh puluh enam Koramil dengan batas sebelah Utara dan Barat Propinsi Kalimantan Barat, sebelah Utara dan Timur Propinsi Kalimantan Timur dan sebelah Selatan Laut Jawa. Sebagaian besar wilayah terdiri dari hutan yang merupakan sumber kekayaan alam Kalimaantan Tengah dengan hasil utama berupa kayu. Sumber lain berupa perkebunan, pertambangan, pertanian dan perikanan terbatas dibeberapa kawasan bagian selatan. Sedangkan hutan lebat dengan dataran tinggi dan pegunungan berada di bagian Utara yaitu Pegunungan Schwaner dan Pegunungan Muller. Kondisi medan yang terpotong-potong oleh sungai sekaligus merupakan sarana transportasi sungai dan kurangnya sarana transportasi darat merupakan hal menonjol di Kalimantan Tengah [1].

8. Kondisi Demografi. Jumlah penduduk Kalimantan Tengah sekitar 1.685.535 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 9 jiwa/ km persegi dengan tingkat penyebaran penduduk yang tidak merata dan sebagaian besar berada di kota-kota persisir dengan urut kepadatan Kabupaten Kapuas, Kotawaringin Timur dan Kota Waringin Barat. Kualitas sumber daya manusia di Kalteng relatif rendah dan sebagaian besar masyarakat hidup dari pengumpul hasil hutan dan perkebunan. Dilihat dari komposisi penduduk dalam lapangan pekerjaan terdiri dari 768.747 orang tenaga kerja dengan tingkat pendidikan masyarakat terdiri dari sarjana 11.529 orang, Akademi/ diploma III 7.337 orang, Diploma I/II 5.151 orang, SMU dan sederajat 81.877 orang, SMLA Kejuruan 46.962 orang SLTP dan sederajat 136.662 orang, SD dan sederajat 439.707 orang dan yang tidak berpendidikan 39.552 orang [2].

9. Kondisi Sosial. Secara umum kondisi sosial masyarakat Kalteng relatif stabil berdasarkan kejadian sekitar krisis ekonomi dan Pemilu 1999 yang baru lalu. Pancasila sebagai Dasar Negara diterima tetapi dalam aplikasinya masing kurang baik. Masyarakat dalam Pemilu 1999 sebagian besar menyalurkan aspirasi politiknya sesuai pilihan hati nuraninya. Sebagai pengumpul hasil hutan perekonomian masyarakat sangat tergantung dari hasil hutan yang mampu dikumpulkan. Masyarakat dalam mengumpulkan hasil hutan memiliki budaya “tebang jual” dan “petik jual”. Permasalahan hutan saat ini sedang serius dilaksanakan penertiban terhadap para penebang liar yang beroperasi merusak hutan lindung dan Taman Nasional yang ada di daerah Kalteng. Sedangkan dalam pola bercocok tanam masyarakat memiliki pola budaya “ ladang berpindah-pindah”. Disamping itu masyarakat juga memiliki kebiasaan menambang emas secara tradisional yang saat ini sedang marak dan menimbulkan masalah berupa perusakan lingkungan. Kasus SARA relatif menonjol terutama antarmasyarakat asli dan pendatang [3].

10. Kondisi Satuan Kodim. Kualitas dan kuantitas aparat teritorial yang ada saat ini rata-rata tidak memenuhi kebutuhan organisasi dan kualifikasi yang harus dipenuhi. Kekurangan personil dilihat dari kepangkatan sekitar 37,18 % terjadi baik pada level Pamen sekitar 46,16 %, Pama sekitar 49,37 % Bintara sekitar 49,96 % dan Tamtama sekitar 27,95 %. Sedangkan pada komposisi jabatan yang paling menonjol adalah kekurangan Babinsa rata-rata sekitar 28,48 %. Secara kualitatif masih banyak personil yang belum pernah mengikuti pendidikan teritorial. Data tentang kondisi personil Korem 102/PP sesuai lampiran.[4]

11. Kondisi Piranti Lunak. Buku petunjuk tentang teritorial ada disetiap satuan setingkat Kodim dan Korem dengan kondisi cukup memadai. Permasalahannya adalah terletak pada peran teritorial yang dilaksanaan oleh Korem 102/PP saat ini terasa surut setelah isu reformasi dengan munculnya Polri sebagai aparat yang di kedepankan dalam menghadapi setiap gejolak yang muncul akhir-akhir ini. Dengan adanya Paradigma Baru Peran TNI, yang dapat diartikan TNI tidak lagi melaksanakan praktek “day to day politic” seperti dahulu, dinilai oleh sebagian masyarakat bahwa TNI sudah mundur dari segala aspek sosial politik. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempertanyakan keterlibatan Korem 102/PP dan jajarannya dalam melaksanakan berbagai kegiatan Binter di wilayah Korem 102/PP [5].


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

12. Umum. Era globalisasi telah memunculkan isu demokratisasi, lingkungan hidup dan HAM, yang telah mendorong terjadinya perubahan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia dan wilayah Kalteng sebagai wilayah Binter Korem 102/PP. Perubahan tersebut baik yang disebabkan oleh faktor intern dan ekstern berpengaruh terhadap pelaksanaan Binter yang akan dilakukan di wilayah Korem 102/PP. Sejauh mana faktor -faktor tersebut berpengaruh akan dibahas dalam tulisan berikut ini.

13. Faktor Ekstern.

a. Kendala. Perkembangan situasi dunia saat ini dengan isu globalnya dan perkembangan situasi dalam negeri Indonesia dengan era Reformasinya telah memunculkan tokoh-tokoh intelektual yang berpikiran kritis dan ingin membawa Indonesia dalam suasana sistim Liberal. Indikasi kearah ini sangat jelas kelihatan, berupa keberanian untuk menghujat jajaran suprastruktur yang ada dan bahkan tanpa kecuali infrastruktur sekalipun. Hal semacam ini sangat tidak mungkin diketemukan pada era sebelum reformasi. Adapun hasilnya adalah berupa dihapuskannya Dwifungsi ABRI dan saat ini masih dalam perjuangan mereka adalah untuk menghilangkan peran teritorial dan intelijen TNI, untuk selanjutnya dialihkan kepada peran tersebut kepada pemerintahan sipil. Tekanan masyarakat internasional terhadap keberadaan TNI di Indonesia diarahkan pada masalah pelanggaran HAM, sehingga TNI menjadi sangat tidak populer di mata masyarakat Indonesia. Pada tingkat daerah isu reformasi terutama dengan dihapuskannya fungsi Sospol telah memberikan penilaian yang keliru dalam melihat Korem 102/PP dan jajarannya sebagai aparat teritorial. Dengan berlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, telah memberikan batasan secara yuridis tentang kewenangan dalam pengelolaan pembangunan secara keseluruhan di daerah. Pemerintah Daerah selaku pemegang penuh tanggung jawab pembangunan daerah sebenarnya tidak memberikan ruang sedikitpun bagi Koter dalam melaksanakan pembinaan teritorial di daerah. Hal ini dipertegas dengan adanya pelimpahan kewenangan pusat kepada daerah. Sementara itu kewenangan Koter dalam hal ini adalah TNI hanya terbatas pada masalah pertahanan saja.

b. Peluang. Masyarakat internasional sebenarnya sangat menginginkan Indonesia dalam keadaan aman dan stabil, mengingat aset saham mereka cukup banyak di Indonesia. Mereka tidak mau kehilangan asetnya dan sekaligus pasar mereka yang potensial di Indonesia. Dengan demikian mereka sangat membutuhkan adanya TNI untuk dapat menjamin keamanan aset dan potensi pasarnya. Sementara itu masyarakat sipil di Indonesia sangat menyadari keberadaan TNI terlebih dalam situasi Indonesia saat ini yang terancam disintegrasi. Kehadirian TNI di tengah masyarakat masih sangat dibutuhkan, baik untuk memerankan fungsi Hankam maupun fungsi sosial yang selama ini ditentang oleh sebagian masyarakat intelektual Indonesia. Dalam hal ini kehadiran TNI di daerah sangat dibutuhkan untuk mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kegiatan manunggal TNI seperti yang selama ini dilaksanakan di wilayah Korem 102/PP.

14. Faktor Intern.

a. Kelemahan. Masa lalu TNI yang telah memainkan peran dalam kehidupan politik praktis dengan kedekatannya pada salah satu kekuatan sosial politik telah merusak citra TNI waupun dilakukan oleh sebagaian kecil personil TNI yang memiliki interes tertentu pada masalah politik. Dalam aplikasi kegiatan Binter diakui masih banyak terjadi penyimpangan karena faktor kesalahan manusianya belaka. Kualitas sumber daya manusia TNI tidak sepenuhnya dapat menunjang program kebijaksanaan pinpinan TNI. Piranti lunak yang ada cenderung tidak bisa menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Timbulnya pemikiran kreatif dari personil TNI yang ingin melihat doktrin TNI dapat menyesuaikan dengan tuntutan keadaan yang berubah dengan pesat cenderung dilihat dari kaca mata negatifnya saja.

b. Kekuatan. Keberadaan TNI sampai dengan saat ini sangat solid baik dalam hal organisatoris, maupun dukungan terhadap program kegiatannya yang dirasa masih sangat menunjang citra TNI, baik di mata dunia internasional maupun di tingkat nasional dan daerah. Dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI sebenarnya telah menimbulkan kekuatan baru dalam diri personil TNI secara keseluruhan. Personil tidak lagi ragu-ragu dalam bertindak, sebab visi dan misi TNI sangat jelas untuk kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di lain pihak TNI khususnya TNI AD dan jajaran binaannya di daerah memiliki aset berupa yayasan yang apabila dimanfaatkan secara optimal mampu mendukung kegiatan Binter di daerah seperti menunjang pembuatan sarana dan prasarana jalan, pembukaan areal perkebunan dan lain sebagainya.


ANALISIS PERMASALAHAN

15. Umum. Mencermati masalah yang ada dalam Binter di daerah saat ini dihadapkan pada perkembangan situasi dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, merupakan formulasi yang sangat penting untuk menemukan akar permasalahan Binter sebenarnya. Sejauh mana kemampuan mencermati dan memilah duduk permasalahannya, sangat tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengaplikasikan teori Binter dihadapakan pada tuntutan perkembangan masyarakat di daerah yang tentunya juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat nasional dan global. Pesatnya perkembangaan Ilmu Pengetahuan melalui sarana transportasi dan komunikasi yang semakin maju, menjadikan upaya-upaya untuk menutupi kejadian yang ada, membatasi kebebasan masyarakat dan memberikan masyarakat sesuatu yang bersifat indoktrinasi sudah tidak saatnya lagi. Dengan mencermati masalah Binter dilihat dari kondisi obyektif Binter saat ini dan berbagai faktor yang mempengaruhi, proses penganalisaan ini mencoba mencari solusi Binter yang sahih dimasa depan khususnya di wilayah Korem 102/PP.

16. Permasalahan Geografi. Luas wilayah tanggung jawab Binter yang dilaksanakan Korem 102/PP yang hampir sama dengan 1,5 kali luas Pulau Jawa. Memiliki berbagai permasalahan yang ada didalamnya, seperti kondisi medan yang ditutupi oleh hutan lebat dan keterbatasan jaring-jaring jalan sebagai prasarana transportasi darat. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dalam pelaksanaan Binter, terlebih dengan adanya keterbatasan personil dan sarana serta prasarana transportasi yang tersedia. Letak desa dan perkampungan masyarakat yang tersebar dan kebiasaan melaksanakan pola budaya ladang berpindah sangat menyulitkan dalam pembinaan. Kondisi ini merupakan masalah yang ada dalam upaya Binter yang dilakukan Korem 102/PP di daerah Kalteng.

Medan yang terpotong oleh sungai-sungai lebar sekaligus merupakan prasarana trasportasi sungai, tetapi tidak didukung oleh sarana yang memadai. Pada umumnya masyarakat melaksanakan berbagai kegiatan sehari-hari disepanjang aliran sungai termasuk membuat rumah dan sumber mata pencahariannya. Dihadapkan pada kondisi medan dan kebiasaan hidup masyarakat di aliran sungai tersebut, maka ada permasalahan khusus yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan Binter. Permasalahaan tersebut adalah sulitnya mengumpumpulkan masyarakat yang bermukim disepanjang aliran sungai, karena pekerjaan mereka sangat beragam seperti bertambang emas, menangkap ikan, berjualan, penjual jasa sebagai pengemudi Speed Boat dan pengumpul hasil hutan. Pekerjaan yang beragam tersebut masing-masing memiliki dinamika dengan mobilitas yang tinggi dan menyita waktu yang relatif penuh selama dua puluh empat jam. Mengumpulkan mereka untuk bertemu dalam satu tempat secara bersama-sama sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Kondisi permukaan geografi sebagaian besar berupa dataran rendah dengan bahan permukaan berupa pasir dengan ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon dan semak belukar, sehingga pada musim hujan menjadi rawa-rawa karena tergenang oleh air dan pada musim kering akan menjadi lahan gambut. Bagian Utara berbatasan dengan Propinsi Kalbar dan Kaltim merupakan pegunungan yang ditutupi hutan lebat dan sebagian besar merupakan hutan lindung. Kondisi alam ini memiliki karakter yang sangat berpengaruh terhadap upaya pembinaan Binter yang dapat dilakukan.

Pemanfaatan lahan gambut sudah terbukti membutuhkan biaya tinggi dan tehnik pengolahan yang belum dikuasai oleh masyarakat setempat maupun para transmigran, sehingga secara optimal lahan ini masih belum mampu dijadikan sumber logistik wilayah. Sementara itu pada bagian pegunungan yang tanahnnya relatif subur masih tertutup dengan hutan lebat dan merupakan hutan lindung, sebagai penyangga air hujan dalam jangka panjang perlu dilestarikan. Pemanfatan lahan ini untuk sumber logistik daerah juga membutuhkan kesepakatan antar instansi dan akan memakan waktu cukup lama. Keberadaan yayasan TNI AD dengan badan usaha yang telah cukup kuat dalam usaha di bidang bisnis, sangat dibutuhkan untuk mengatasi hambatan yang mungkin timbul.

Sumber daya alam yang menonjol adalah hasil hutan, hasil perkebunan, hasil penangkapan ikan sungai dan bahan tambang seperti emas, batubara dan galian-C. Dengan sumber alam yang ada tersebut dihadapkan pada kemungkinan untuk menjadi logistik wilayah pada situasi perang tidak dapat diharapkan sepenuhnya, karena sumber daya alam tersebut tidak potensial untuk logistik wilayah. Kebutuhan bahan pokok seperti sembako selama ini sebagaian besar didatangkan dari luar daerah. Keberadaan transmigrasi di wilayah Kalteng masing belum maksimal mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok seperti beras dan bahan karbohidrat lainnya serta sayur-sayuran. Prasarana penunjang lainnya seperti perindustrian yang ada, sebagian besar perusahan-perusahan kayu dan kerajinan tangan seperti meuble juga tidak menunjang pembianaan logistik wilayah. Disamping itu disposisi enam Kodim yang bertindak selaku pelaksana Binter di Daerah Tingkat II sangat tersebar dengan jarak rata-rata antar Kodim sekitar 175 Km jalan darat. Di sisi lain sarana komunikasi dibeberapa daerah masih belum terjangkau dengan kemampuan sarana komunikasi yang ada. Kondisi ini sangat mempengaruhi komando dan pengendalian dalam pelaksanaan Binter.

Dari semua pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penyiapan potensi geografi menjadi kekuatan geografi dalam rangka menciptakan ruang dan alat juang masih membutuhkan waktu dan kerja sama antar instansi yang baik dan terpadu dikemudian hari. Sehingga dalam aplikasi untuk penyiapan daerah pangkal perlawanan yang didukung dengan jaring jalan, logistik wilayah dan sarana pendukung lainnya dapat terwujud dengan maksimal.

17. Permasalahan Demografi. Wilayah Kalteng memiliki karakter demografi yang berbeda dengan wilayah lain di luar Kalimantan. Komposisi etnis sangat berimbang atara penduduk asli dari suku Dayak dengan masyarakat pendatang seperti suku Jawa, suku Banjar, suku Madura dan lain-lainnya. Kondisi ini mengandung kerawanan dimasa depan dengan prediksi perkembangan kemajuan yang dialamai oleh masing-masing etnis akan berbeda. Etnis pendatang yang secara mental siap menghadapi segala kemungkinan hidup sebagai akibat terdesak oleh situasi hidup yang sulit diarah asal, akan memiliki motifasi kuat untuk lebih cepat maju.

Disamping itu etnis pendatang memiliki dasar yang lebih baik dalam kualitas pendidikan, pengalaman kerja dibidang tertentu dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Sementara itu masyarakat dari etnis Dayak relatif statis kerena terlalu lama dimanja oleh alam dan kurangnya persaingan hidup disamping kesempatan untuk mengenyam pendidikan masih kurang baik karena berbagai hambatan geografis. Apabila ketimpangan ini terus berlanjut maka suatu saat akan menjadi masalah sosial yang besar antaretnis, karena kecemburuan sosial dan perasaan tersisih dan bahkan muncul menjadi perasaan terjajah.

Sementara itu penyebaran penduduk yang tidak rata dan masih terisolasi dengan keadaan alam yang berat dan ketiadaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai menjadi kendala dalam melaksanakan kegiatan Binter. Kondisi ini diperparah lagi dengan kuatnya kultur budaya dari etnis tersebut disamping adanya perbedaan bahasa sebagai media perantara. Masing-masing etnis cenderung menggunakan bahasa daerahnya masing-masing bila berbicara dengan sesamanya. Penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat Dayak sangat terbatas karena mereka kurang menguasai yang dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan dan kesempatan pendidikan terbatas. Keadaan ini selain sulit melakukan pembinan dimana sebagian besar aparat kita bukan dari etnis Dayak, juga menyulitkan dalam rangka pembauran budaya antar etnis yang ada di wilayah Kalteng.
Dilihat dari kualitas sumber daya manusia di Kalteng yang masih relatif rendah dihadapkan pada upaya untuk mengolah potensi sumber daya alam yang tersedia, merupakan permasalahan yang harus dipecahkan bersama. Implikasi dari keadaan ini mengharuskan untuk mendatangkan masyarakat pendatang di segala sektor untuk percepatan peningkatan sumberdaya manusia Kalteng, tetapi disisi lain dapat berdampak sosial seperti adanya perasaan tersisih dan terjajah dari masyarakat etnis Dayak. Dilema ini harus segera dituntaskan agar tidak berkembang menjadi berlarut-larut yang pada akhirnya akan sangat merugikan integritas persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

18. Permasalahan Kondisi Sosial. Hal menonjol dalam permasalahan kondisi sosial di Kalteng meliputi masalah politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Pertama, pada konteks politik saat ini, sedang berkembang isu putra daerah dalam pemilihan kepala daerah disamping upaya daerah untuk mempertinggi nilai tawar kepada pemerintah pusat. Kelompok masyarakat yang mendukung isu putra daerah ini terdiri dari intelektual masyarakat Dayak, sebagai akibat kekecewaan mereka pada kebijaksanaan masa lalu yang dianggap tidak adil dan kurang aspiratif. Isu putra daerah ini benar-benar akan menjadi masalah, karena cara-cara yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Dayak ini lebih bersifat pemaksaan kehendak dengan ancaman, teror dan cara kekerasan lainnya apabila tujuan mereka tidak tercapai. Dalam melaksanakan aksi mereka cenderung militan dan konserfatif dengan berupaya untuk menghindari cara-cara musyawarah. Hal serupa juga terjadi dalam kerangka untuk mendesak Pemerintah Pusat dalam pelimpahan kewenangan dari pusat kepada daerah, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Kenyataan selama ini, Otonomi Daerah hanya sebatas wacana dan pemerintah daerah merasa dipermainkan oleh Pemerintah Pusat dalam hal keseriusan pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut. Hal ini memberikan dorongan kepada daerah untuk memperjuangkan terlaksananya Otonomi Daerah dengan intrik-intrik seperti memunculkan isu Negara Bornoe Merdeka (NBM), Pengusiran etnis Madura dari Kalteng dan tuntutan diberlakukannya Otonomi Khusus untuk wilayah Kalteng. Terhadap segala tuntutan tersebut, telah menimbulkan permasalahan bagi Kodim selaku Koter di daerah untuk meredam isu tersebut. Dalam situasi dimana masyarakat di daerah mengalami konflik dengan pemerintah Pusat, maka peran dan fungsi Kodim selaku Koter hilang sama sekali. Hal ini disebabkan orientasi Kodim selaku bagian dari TNI selalu kepada Pemerintah Pusat. Apabila kedepan Kodim masih dipercaya sebagai satuan Koter yang bertugas melakukan Binter, maka dicegah terjadinya konflik vertikal antara daerah dengan pusat.

Kedua, bidang ekonomi yang menjadi permasalahan adalah kekurang tersedianya kebutuhan pokok yang dapat dihasilkan daerah Kalteng seperti beras dan bahan karbohidrat lainnya. Di lain pihak kebutuan sembilan bahan pokok yang dipasok dari luar daerah mengalami hambatan karena sangat tergantung sarana dan prasarana transportasi. Resiko dari hal ini, maka harga kebutuhan bahan pokok relatif mahal dan butuh waktu dalam penyalurannya. Namun di lain pihak adanya pertumbuhan yang pesat di sektor pengolahan hasil hutan, perkebunan, pertambangan dan sektor lainnya masih memungkinkan masyarakat untuk mampu membeli kebutuhan pokok tersebut. Kondisi ini akan berubah apabila sektor-sektor tersebut mengalami gangguan atau tidak menguntungkan bagi masyarakat, maka akan memunculkan permasalahan baru yang sulit ditangani dalam waktu cepat. Mengantisipasi kemungkinan yang paling jelek dan untuk penyiapan sumber bahan pokok dalam jangka panjang, mau tidak mau harus berorientasi pada penyiapan lahan pertanian, perkebunan dan perikanan yang terencana dengan baik, sehingga mampu menghadapi berbagai kemungkinan terburuk seperti krisis moneter yang baru lalu melalui pembudidayaan usaha. Permasalahan yang timbul adalah kemampuan Kodim selaku Koter dalam mengatasi masalah tersebut tidak dominan sama sekali. Hal yang dapat dilakukan hanya sebatas memberikan saran pemecahan kepada Pemerintah Daerah untuk menghadapi masalah yang terjadi di bidang ekonomi. Kedepan permasalahan ekonomi tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada Kodim selaku Koter dalam menyelesaikan masalah tersebut. Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengatasi masalah tersebut sangat dominan, sebab sumber daya berada pada mereka.

Ketiga, bidang sosial yang lainnya adalah menyangkut masalah kultur budaya masyarakat Kalteng yang sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Masyarakat yang sangat tergantung penghidupannya pada alam yaitu hasil hutan, hasil tambang, penangkapan ikan di sungai dan berbagai kemudahan lainnya telah melahirkan pola budaya “tebang jual”, petik jual”, “tangkap jual” dan “tambang jual”. Pola budaya ini sangat tradisonal dan memiliki kelemahan yang sangat mendasar serta tidak ada kemampuan bersaing dihadapkan pada tantangan masa depan. Budaya semacam ini tidak mencerminkan tuntutan teknologi sebagai persaratan untuk mengikuti perkembangan jaman. Apabila hal ini tidak diadakan perubahan dalam pola budaya masyarakat Kalteng maka masyarakat Kalteng akan tertinggal jauh dengan masyarakat lainnya di Indonesia yang sudah puluhan tahun meninggalkan budaya tersebut. Menyepakati komitmen agar masyarakat Kalteng berkembang maju seiring dengan perkembangan masyarakat di daerah lainnya di Indonesia, maka dibutuhkan adanya kebijakan Pemerintahan Daerah yang mengacu pada program perubahan pola budaya masyarakat dalam menyikapi kondisi sumber daya alam di Kalteng yang semakin hari semakin menipis.

19. Permasalahan Personil. Secara keseluruhan personil teritorial yang ada sangat terbatas dan tidak didukung oleh kemampuan yang memadai. Dengan kondisi kualitas dan kuantitas yang kurang tersebut dan dihadapkan pada tantangan geografi, maka lengkaplah ketidak mampuan personil dalam melakukan Binter sesuai dengan sasaran yang ditentukan oleh satuan atasan. Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa keberadaan personil Babinsa di tiap-tiap koramil baru mencukupi sekitar 71,52 % dengan dilatar belakangi kemampuan rata-rata 45,21 % telah mengikuti pendidikan teritorial. Dengan keterbatasan personil baik dari kualitas maupun kuantitas, maka akan menimbulkan stagnasi dalam pembinaan personil teritorial itu sendiri.

Hal ini disebabkan karena ada unsur keengganan melakukan pembinaan yang disebabkan jumlah personil yang sedikit dan untuk berkumpul di Kodim dibutukan waktu relatif lama, bahkan ada yang sampai satu atau dua minggu. Sementara itu untuk memberikan kesempatan pada personil mengikuti pendidikanpun menjadi terbatas karena ada rasa ketakutaan unsur pimpinan ditinggal oleh anggotannya. Ada implikasi lain dari keadaan ini adalah pengaturan “tour of area” makin jarang dilakukan karena terbentur masalah biaya dan ketersediaan sarana dan prasarana perumahan. Dampak dari kondisi ini dapat menimbulkan efek sampingan berupa timbulnya ekses-ekses negatif dari pergaulan personil teritorial di wilayah binaannya. Apabila hal ini terus berlanjut tanpa adanya perubahan, maka keterpurukan TNI saat ini, akan bertambah lengkap dan tidak menuntut kemungkinan peran teritorial TNI dimasa depan akan mengalami hal yang sama dengan rekannya yaitu peran sospol yang bisa dikatakan sudah lengser saat ini.

20. Permasalahan Piranti Lunak. Dilingkungan TNI sampai saat ini ada kecenderungan merasa tabu dan menganggap sakral doktrin yang kita miliki. Perwira TNI AD yang telah menempuh jenjang pendidikan tertinggi diangkatannya telah dibekali dengan berbagai berbagai disiplin ilmu. Para perwira cenderung tidak dapat mengaplikasikan diplin ilmu yang didapat pada masalah-masalah tertentu atau dengan alasan tertentu ada unsur kesengajaan untuk mempertahankan demi kepentingan tertentu, tanpa mampu melihat perkembangan keadaan di masa depan. Saat ini masyarakat sudah berani mempermasalahkan peran teritorial TNI dengan mengatakan bahwa peran teritorial merupakan peran pemerintahan sipil dan apabila Indonesia benar-benar ingin menjadi negara demokrasi, maka peran tersebut dengan sukarela harus diserahkan oleh TNI. Tuntutan sebagaian masyarakat yang tergabung dalam kelompok masyarakat intelektual tidak dapat dianggap sepele. TNI di masa depan tidak lagi dapat bersandar pada komposisi “silent majority” masyarakat kita saat ini. TNI seharus mampu merubah komposisi “silent majority” masyarakat saat ini menjadi sebaliknya dan mendukung TNI, kalau TNI benar-benar memiliki komitmen sebagai katalisator pembangunan. Kembali pada masalah doktrin, khususnya dibidang teritorial dihadapkan pada tuntutan masyarakat saat ini dan antisipasi perkembangan di masa depan, kiranya perlu dilakukan peninjauan kembali doktrin TNI dalam pelaksanaan Binter khususnya pada nilai-nilai ekstrinsiknya atau pada nilai-nilai aplikatifnya.


UPAYA PENYIAPAN KODIM

21. Umum. Menyimak berbagai kondisi nyata Binter saat ini dihadapkan pada faktor yang mempengaruhi dan melalui proses penganalisaan, maka dapat diketemukan upaya penyiapan Kodim yang mengacu pada kebutuhan daerah sesuai dengan perkembangan masa depan. Optimalisasi kegitan Binter masih berkisar pada masalah yang mendasar dalam bidang kebinteran dengan mengedepankan aktualisasi kegiatan untuk antisipasi kedepan. Dengan masih berorientasi pada permasalah teritorial baik pada unsur geografi, demografi, kondisi sosial, personil teritorial dan doktri, maka optimalisasi Binter secara lengkap dapat dituangkan dalam bentuk sebagai mana dibahas berikut ini

25. Pengembangan Satuan Kodim. Seiring dengan akan dilaksaakannya pemekaran terhadap wilayah kabupaten dan kota madya di Kalteng dari lima kabupaten dan satu kota madya menjadi delapan kabupaten dan dua kota madya, maka perlu kiranya memertimbangkan untuk mengadakan penambahan jumlah Kodim dari enam menjadi sepuluh. Hal ini perlu dilakukan mengingat orientasi organisasi selama ini didasari oleh azas keberadaan kelembagaan sipil, bukan fungsi organisasi militer, yaitu sekedar memenuhi kelengkapan unsur Muspida.




27. Pengembangan Personil Kodim. Kekurangan personil teritorial merupakan variable yang berbanding terbalik dengan upaya Binter di jajaran Korem 102/PP. Dalam rangka mengupayakan pelaksanaan Binter di wilayah Korem 102/PP perlu dilakukan pengembangan terhadap personil Binter baik kuantitas maupun kualitas dari kekurangan yang ada saat ini. Dengan penambahan personil Binter diharapkan akan dapat menambah dinamika Binter di tingkat Kodim sesuai tuntutan tugas.

26. Peninjauan Doktrin Teritorial dalam Nilai Aplikatifnya. Mengantisipasi perkembangan masyarakat dan situasi di tingkat nasional maupun daerah, maka perlu kiranya dilakukan peninjauan terhadap doktrin teritorial yang ada saat ini, terutama dalam nilai-nilai aplikatifnya. Sebagai wujud nyata adalah menempatkan personil liason (penghubung) di Pemda, setelah diserahkannya otonomi penuh pada pemerintah daerah dalam rangka antisipasi kebuntuan komunikasi antaraparat Binter di daerah. Kondisi perlu diantisipasi mengingat masyarakat telah dengan kritis mempermasalahkan kelembagaan Muspida yang ada selama ini.

KESIMPULAN DAN SARAN

27. Kesimpulan. Pelaksanaan Binter di wilayah Korem 102/PP saat ini masih perlu terus dioptimalkan untuk menghadapi berbagai kemungkinan perkembangan situasi di masa depan. Adapun upaya kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Mengupayakan pembentukan daerah pangkal perlawanan sebagai basis berkiprahnya peran teritorial dalam rangka memberikan sumbang tenaga, karya dan pemikiran untuk masyarakat Kalteng.

b. Mengupayakan pelaksanaan meningkatkan sumber daya masyarakat Kalteng sehingga memiliki kemampuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam rangka mencapai tingkat ketahanan yang lebih baik.


/c. Mengupayakan. . . . . . . .

c. Mengupayakan pembinaan kondisi sosial masyarakat Kalteng agar dapat berkiprah dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya sehingga mempengaruhi kondisi sosial yang ada saat ini kearah yang lebih baik.

d. Mengupayakan personil Binter agar mampu berperan sesuai dengan tuntutan tugas dihadapkan dengan perkembangan masyarakat Kalteng di masa depan.

e. Mengupayakan pelaksanaan doktrin teritorial, terutama dalam nilai-nilai aplikatifnya dihadapkan pada tuntutan perkembangan masyarakat Kalteng di masa depan.

28. Saran. Melalui pembahasan tersebut diatas, maka untuk dapat mengoptimalkan pelaksanaan Binter di Kalteng dihadapkan dengan perkembangan masyarakat Kalteng di masa depan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

a. Melibatkan yayasan Kartika Eka Paksi dalam membuat prasarana jalan dan sumber logistik wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalteng dan pembentukan daerah Pangkal Perlawanan di wilayah Korem 102/PP.

b. Memberikan saran penempatan kelompok laison personil TNI di Pemda dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan menjelang pelaksanaan otonomi daerah dengan tugas-tugas memberikan masukan kepada Kepala Daerah dalam mengambil kebijaksanaan pembangunan di daerah.

c. Memberikan saran kepada Pemda untuk memprogramkan perubahan pola budaya masyarakat dalam mengelola sumber daya alam yang ada meliputi :

1) Pola budaya Petik jual menjadi Olah, Tanam, Petik dan Jual.

2) Pola budaya Tebang Jual menjadi Olah, Tanam, Tebang dan Jual.

3) Pola budaya Pengolahan barang setengah jadi menjadi barang eksport.

4) Pola budaya pengolahan lahan berpindah menjadi menetap.

/d. Mohon. . . . . . . .
d. Mohon Satuan Atasan mengalokasikan penambahan personil Binter untuk Korem 102/PP sehingga mencapai kekuatan 90 %.


PENUTUP

29. Demikian tulisan ini dibuat untuk dapatnya dijadikan sebagai bahan masukan kepada Komando Atasan.

Palangka Raya, 1 Oktober 1999
PENULIS

. I WAYAN MIDHIO .
MAYOR KAV NRP 29586
[1] . Data Kalteng dalam angka dalam tahun 1997. . . . . . . . . . . . .
[2] Data Kalteng dalam angka tahun 1997.
[3] Renbinter Korem 102/PP
[4] laporan Kekuatan Personil Rem 102/PP T.A 1999/2000.
[5] Paradigma Baru Peran TNI.